Selasa, 12 Juni 2012

Ego Primitif Tuhan


Jauh sebelum dunia ini ada, aku sendirian dan kesepian. Lalu kuciptakan dunia untuk menghiburku. Tapi aku masih merasa kesepian, yang aku butuh adalah teman dialog yang bisa ku ajak berdiskusi setiap waktu. Lalu kuciptakan manusia untuk mengisi dunia. Dan kurangcang sebuah skenario besar yang melibatkan mereka.

Dalam mencipta manusia, kuberikan sebagian citraku sehingga mereka adalah manifestasi dariku. Mereka ku anugerahi rasio dan perasaan agar mereka dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah dengan menggunakan keduanya.Setelah kuciptakan, kuberi mereka bekal kehendak bebas agar setiap tindakannya cenderung mengarah padaku. Agar mereka bisa`merasuk dalam kesadaranku, bukan membebaskan diri dariku, sebagaimana yang ku niatkan dalam teater besar ini.

Aku juga menciptakan pertentangan-pertentangan untuk menguji kehendak bebas mereka. Tentu aku tak akan tinggal diam, aku terus menjaga mereka. Mengajak mereka berdiskusi, karena itulah yang aku inginkan.

Aku kerap berdiskusi dalam hati (jiwa) mereka. Bertanya-tanya. Bagaimana mereka akan memutuskan sesuatu. Dan ketika aku melihat potensi keburukan, aku berusaha menghindari itu. Aku menempatkan diriku di hati mereka, lalu bertanya dan meyakinkan mereka. Lalu merekalah yang harus memutuskan sendiri untuk melakukan hal baik atau buruk.

Walapun dalam diriku terdapat pertentangan sebagaimna kuciptakan dunia dan isinya dengan pertentangan-pertentangan, sesungguhnya aku ini moralis. Dan sifat inilah yang kutanamkan dalam jiwa manusia yang menjadi nilai luhur penciptaan manusia yang membedakannya dengan ciptaanku yang lain. Manusia menyebut itu sebagai fitrah/chintya/kesucian.

Lalu apabila manusia bertanya, apakah sesuatu hal disebut moralis karena aku menghendaki, atau aku menghendaki sesuatu karena hal itu moralis?

Justru itu aku ciptakan kehendak bebas. Kebebasan itulah yang menjadi syarat terpenuhinya keinginanku atau apa yang aku gariskan untuk mereka. Tentu saja kebebasan itu hanya bisa diperoleh manusia dengan berperilaku yang mengarah pada kehendakku yang moralis. Jika manusia memperjuangkan kebebasannya lewat cara lain, misalnya bebas melakukan keburukan, niscaya manusia tidak akan bebas lagi karena dihantui beban moralitas yang sudah kutanam dalam setiap jiwa sebagai potensi dasarnya. Hal itu pasti sangat mengganggu sehingga manusia tidak akan bebas lagi.

Selain daripada itu…

Seiring dengan waktu, rasio manusia semakin matang, mereka banyak belajar dari luar dirinya sebagaimana yang kuharapkan. Di dalam pikiran mereka akan mulai mencari tahu sebab-sebab keberadaan mereka. Pada saat mereka sadar bahwa mereka adalah ciptaan, mereka akan mencari tahu siapa pemilik ide untuk menciptakan mereka. Disitulah, di dalam pikiran mereka aku akan mengundurkan diri dari dunia, mati suri. Aku mendustai manusia, membuat mereka keliru berkaitan dengan fakta-fakta indrawi yang aku hadirkan. Tujuannya tidak lain agar mereka mendekati kebenaran yang lebih dalam, yaitu aku. Dengan bekal jiwa manusia yang sudah mengenaliku, aku akan melakukan eksperimen. Walapun jalan manusia mendekati aku selalu akan buntu, karena “yang diciptakan” tidak bisa menangkap “yang menciptakan” dengan indera. Akan tetapi, dalam ketidakhadiranku itu, aku akan hadir dalam pikiran mereka, menempati jiwa mereka. Aku hadir dengan cara misterius agar mereka mencintaiku lebih dalam dari sebelumnya.

Betapapun, mungkin aku masih tersembunyi bagi manusia, sebab mereka kehilangan aku. Manusia ingat padaku, manusia masih bisa membayangkan beberapa hal tentang aku, tapi cuma sedikit. Namun aku ingin manusia mencariku. Inilah eksperimen yang ku lakukan. Aku ingin manusia menyadari bahwa tanpa aku, dunia tidak akan berjalan dengan semestinya. Bahwa apabila manusia tidak berusaha dan tidak berpikir tentang aku dan tidak memperhatikan aturan yang aku gariskan, dunia ini akan kacau balau.

Aku tahu sebagian manusia ada yang berpegang teguh padaku, semaksimal mungkin. yakni mereka manusia yang beriman. Namun sebagian lagi merusak bumi. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa aku senantiasa masih ada. Bagi mereka, aku sudah hilang. Manusia-manusia ini semestinya sadar bahwa berlaku buruk itu salah. Aku tidak suka. Dan aku tak akan merubah nasib mereka kecuali mereka sendiri yang mengubahnya. Dan kalian, manusia yang masih berpegang teguh padaku juga harus menolong mereka. Kalian harus menolong diri sendiri dan harus saling tolong menolong. Ketika semua manusia merenungkan kesalahan-kesalahan mereka dan berupaya untuk berbuat lebih baik, ketika itu pula aku bisa dikenali lagi.

Saat ini, sejujurnya, aku selalu ada bersama mereka yang begitu berharap dapat menghampiriku. Bahkan sangat dekat. Dan aku selalu menolong mereka. Setiap manusia yang selalu berbuat baik sesuai jalan kebenaran yang aku gariskan, maka aku akan menunjukkan jalan itu pada mereka. Sesungguhnya aku mencintai manusia-manusia yang selalu berbuat sesuai jalanku.

***

*Seperti inilah cara manusia mendekati Tuhan. Dia adalah realitas objektif “di luar sana”. Dan ketika Tuhan dirasakan sudah sangat jauh, terkadang manusia melakukan personifikasi terhadap Tuhan dengan menghadirkan ekspresi Tuhan dalam sesuatu yang bisa di jangkau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar